Minggu, 09 Desember 2012

Teruntuk sahabat-sababatku, para jundi Alloh…


Bismillahirrahmanirrahim…… 
Ikhwah wal Akhawat, para generasi Rabbani…
Mungkin inilah waktu yang tepat ku bisa menuliskan ini kepada kalian,
karena insyaAlloh..tahun depan, kita akan  berjuang di medan dakwah yang berbeda
cukup sakit mungkin…tapi apalah daya..skenario Tuhan begitu adanya..
sahabat, walau nanti kita tak bisa slalu bertatap mata…
rabithahlah yang akan menjadi pengikat kita
dan do’a lah  yang akan menjadi ekspresi rindu kita
moga kita kan slalu didekatkan olehNya..
dan dipertemukan di surgaNya kelak..aamiin

Cepat sekali ternyata waktu mengalun….
Hingga mengantarkan kita….
Pada kesibukan  dakwah dan kuliah  kita….
Semoga Alloh slalu memudahkan, melancarkan dan menunjukkan jalan terbaik..
Untuk setiap jalan yang kita tempuh
Semoga bisa mendapatkan ilmu  dan pengalaman yang barokah dan manfa’at
Fiddunya wal akhiroh…

Dan sekarang…
Tak terasa kita tlah hampir 365 hari kita berjalan bersama…dalam langkah dakwah..
Saat itu pulalah kita mulai mengenal, hingga terciptalah sebuah ukhuwah…
Yang menorehkan berjuta kisah …baik suka maupun duka……
Hingga skenarioNya-pun memisahkan kita…
Begitulah adanya…
Aku bahagia pernah bersama kalian
Aq bahagia pernah mengisi hari kalian
Aq bahagia ada warna dihidupku oleh warna kalian

Sahabat, ikhwan wal akhawat fillah
Jika engkau cinta,  maka dakwah adalah IKHLAS
Menghiasi hati, memotivasi jiwa untuk berkarya
Berikan hatimu untuk Dia, katakan “Allahu ghayatuna”

Jika engkau cinta , maka dakwah adalah JIHAD
Sungguh-sungguh di medan perjuangan melawan kebatilan.
Tinggikan kalimah Allah ..rendahkan kalimah syaitan durjana

Jika engkau cinta, maka dakwah adalah UKHUWAH
Lekatnya ikatan hati ..berjalin dalam nilai-nilai persaudaraan
Salamatus Shodri merupakan syarat terendahnya, dan itsar bentuk tertingginya
Dan Allah yang mengetahui menghimpun hati-hati para da’ie dalam cinta-Nya
berjumpa karena taat kepada-Nya
Melebur satu dalam dakwah ke jalan Allah,
saling berjanji untuk menolong syariat-Nya 

Dan tahukah ikhwah, apakah hakikat dakwah itu..??
Sesungguhnya dakwah adalah mutiara di dasar samudra
Laksana oase dipadang  pasir..
Karna dakwah adalah…..
“ meniti jalan,…menapak bumi,….. menggapai dunia, LILLAH…”
                                             ¸.•'´´*•.♥farosha ♥.•*´`*•.

INSYAALLOH, KITA KAN BERSAMA DI SURGA SAYANG...


29  september 2012
 Kurasa tak ada yang istimewa di tanggal ini, hanya rutinitas seperti biasa membimbing santri-santri. Sesekali menasihati mereka, tertawa dan bercanda layaknya seorang sahabat. Yah, seperti itulah saya memposisikan diri diantara mereka. Sama-sama teman belajar, sahabat untuk bertukar ilmu. Tetapi, rasanya ada yang ganjil dengan tanggal hari ini. Masih berusaha menerka-nerka, apa gerangan istimewanya tanggal ini di tahun-tahun silam. Sekejap anganpun melayang, menelusuri mesin waktu, tuk temukan titik terang dari rahasia yang sedari tadi mengganjal di benakku.
Alhasil, terbukalah tabir. Rahasia yang kucari telah terkuak, yaitu peristiwa tepat 3 tahun silam. 29 september 2009, tatkala saya masih duduk dibangku perkuliahan semester 3. Saat itu, seperti halnya mahasiswa yang lain, kuliah menjadi rutinitas yang tak terlewatkan. Hari selasa, kuliah berjalan seperti biasanya. Kebiasaan saya waktu itu, walaupun kuliah hanya sampai dhuhur, tapi saya enggan pulang ke kost jam-jam siang seperti itu. Biasanya waktu saya habiskan untuk mencari bahan mata kuliah di perpustakaan, googling di taman jurusan, mengerjakan laporan praktikum, bercengkerama di masjid, ataupun mungkin rapat organisasi. Yah, itulah rutinitas saya sehari-hari di kampus hingga waktu petang menghampiri. Berbeda dengan hari ini, entah kenapa saya langsung pulang ke kost selesai perkuliahan. Sungguh diluar kebiasaan. Tak ada alasan apapun untuk segera hengkang dari kampus, hanya firasat saya saja yang mengontrol kaki-kaki saya melangkah menuju kost, yang waktu itu saya masih tinggal di asrama mahasiswa.
Perasaan gundah dan tak tenang selalu menyertai. Entahlah, tak tahu apa penyebabnya secara pasti. Disepanjang jalan dari kampus menuju kost-pun, saya hanya terdiam membisu. Melamun dan menerawang tak jelas. Tiba di kost, langsung saja saya ambil wudlu dan menunaikan sholat dhuhur. Batin sedikit tenang seusai sholat. Memang benar adanya, jika kita gundah, maka langkah terbaik yang harus  diambil adalah dengan berwudlu dan sholat. Masih berusaha mengarungi ketenangan jiwa, saya teringat kepada keluarga di rumah. Sebenarnya bukan “homesick”, karena memang baru beberapa hari yang lalu saya pulang. Satu hal yang masih memberatkan, saat saya terpaksa kembali ke kampus untuk melanjutkan rutinitas, saat itu kondisi rumah sedang tidak tenang, karena ayah terbaring sakit. Semua kenangan serasa hadir kembali, ketika saya merawatnya, menyuapi beliau ketika makan, memotong kuku-kuku tangannya, tertawa kecil menghiburnya, sampai membersihkan tempat tidur dan menggantikan bajunya. Saya baru menyadari, beliau dulu pasti melakukan hal yang sama ketika saya masih kecil. Sungguh waktu seperti berlari, dulu saya yang dirawat dan sekarang beliau yang saya rawat. Kerinduan-pun semakin membuncah, karena saya yakin, saat ini umi sedang sendirian merawatnya. Tetapi apa boleh buat, kewajiban saya menuntut ilmu juga harus saya tunaikan, sehingga saya hanya bisa membantu do’a dari jauh.
Belum selesai saya bernostalgia dengan kenangan-kenangan bersama mereka, tiba-tiba,,kriiinggg… Handphone saya berdering. Ternyata ada panggilan dari ammah (tante) saya. Deg, serasa jantung berhenti berdetak. Tak biasanya siang-siang bolong seperti ini amah saya menelepon. Ada apa gerangan??. Segera saya mengangkatnya dan terjadi perbincangan kecil antara saya dengan ammah saya. Beliau tak berkata apa-apa, kecuali menyuruh saya untuk segera pulang ke rumah. Hanya itu yang beliau sampaikan. Belum selesai saya bertanya-tanya, telepon telah ditutup. Saya duduk terdiam, tak tahu apa yang harus saya perbuat. Jurnal praktikum untuk besuk juga masih setengah jadi. Ah, kayaknya keluarga sedang butuh saya, tak boleh berlama-lama menyia-nyiakan waktu. Langsung saja saya ambil tas ransel, memasukkan beberapa potong baju dan segera bergegas pulang. Pikiran telah melayang kemana-mana. Memikirnya hal terburuk yang akan terjadi. Entahlah, apa yang terjadi. Yang pasti saya harus segera pulang ke rumah.
Alhamdulillah, ada teman samping kamar yang langsung peka dengan keadaan dan bersedia mendampingi saya sampai portal. Mungkin di telah merasa tentang hal yang terjadi dengan saya, walaupun saya belum cerita apapun dan masih menutupinya. Ketika berjalan melewati kantin asrama-pun, saya masih sempat tersenyum menyapa teman-teman yang sedang duduk-duduk santai. Seolah tak terjadi apa-apa. Merekapuntak curiga sedikitpun dengan gerak-gerik saya tersebut. Sampai portal-pun, saya bertemu dengan teman se-organisasi di kampus. Diapun langsung mengantarkan saya sampai terminal tanpa diminta terlebih dahulu. Sungguh pertolongan Alloh yang tak terduga,” min haitsu laa yahtasib”. Terimakasih banyak teman-teman. Semoga Alloh membalas budi baik kalian.
Sesampainya di terminal, hendphone saya-pun berdering kembali. Kriing…. Kali ini dari amm (paman) saya. Segera saya mengangkatnya dan mendengar suara samar-samarnya ditengah bisingnya suara kendaraan. Samar-samar beliau mengatakan bahwa ayah telah dipanggil Alloh dan saya harus segera pulang. Inna lillahi wa inna ilaihi Roji’un..la haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim. Tak kuasa saya menahan airmata yang mengalir deras membanjiri pipi, membasahi jilbab yang saya kenakan. Seolah kaki tak berpijak lagi, langkahpun gontai. Robb…kuatkan hamba, kuatkan hamba. Untung saja bus yang akan saya tumpangi segera datang, langsung saja saya menaikinya tanpa menghiraukan orang disekeliling saya yang mungkin bertanya-tanya dengan tangisan saya. Badan saya langsung jatuh merebah di sandaran kursi bus, serasa tak ada daya dan tenaga lagi. Hanya bisa berucap istighfar dan surat alfatihah sebanyak-sebanyaknya disela-sela tangis yang terisak. Robb….kuatkan hamba, lindungi hamba..
Disepanjang perjalanan, banyak sekali “miscall” dari teman-teman, yang bertanya-tanya dengan apa yang terjadi pada saya. Sayangnya, tak kuasa lagi berucap. Bibir serasa kelu. Hanya satu sms yang sempat saya kirimkan kepada teman saya, memberitahukan bahwa saya harus pulang, karena ayah dipanggil Alloh ba’da dhuhur tadi. Perjalanan serasa sunyi, tak dapat saya nikmati sedikitpun. Malampun mulai merayap, dan posisi saya masih berada di jalan. Isak tangis-pun kini kian mereda karena keletihan. Beberapa sms di handphone saya mulai saya baca, dan semua berisi ucapan dukacita dan do’a yang menguatkan hati saya. Seolah mendapatkan transfer energi positif, airmatapun berhenti mengalir. Saya tak boleh cengeng, saya harus kuat, dan saya-pun harus ikhlas. Bukankah semua telah diskenario oleh Alloh.. Bukankah Alloh tak akan menguji hambaNya melainkan disesuaikan dengan kemampuan hambaNya.. Saya harus yakin, bahwa saya kuat dengan ujian ini. Saya tak boleh menambah sedih hati ummi yang ada dirumah. Dan saya-pun harus bisa menguatkan ummi serta adik saya. Perjalanan yang tak kurang dari 5 jam itu, hanya bisa saya isi dengan melafazdkan ayat-ayat yang saya hafal. Dan Alhamdulillah, hati berangsur muthmainnah. Saya telah bertekad, untuk menjadi anak yang tegar, bisa menenangkan hati keluarga yang masih terluka.
Malam itu pula, saya sampai di rumah. Sambil berusaha memantapkan langkah, saya memasuki pekarangan dan langsung menuju ruang tengah. Saya hanya mendapati wajah ummi  beserta keluarga, yang masih terlihat jelas gurat kesedihan didalamnya. Jenazah ayah-pun tak saya dapati, karena memang langsung dikebumikan waktu ashar tadi. Benar-benar tak saya jumpai wajah ayah saat terakhir kalinya. Hanya bisa mengirim do’a dan mohon ampunan atas beliau. “Allohumma ighfir lahu wa irhamhu wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu. Allohummaj’al qobrohu roudzotan min riyaadzil jinaan, walaa taj’al qobrohu hufrotan min huffarinniroon..”InsyaAlloh husnul khotimah ayah..
Sejak hari itu sampai hari-hari berikutnya, rumah selalu dibanjiri dengan orang-orang yang takziyah, turut berdukacita atas kepergian ayah. Maklum, semasa hidupnya, ayah memang orang yang disukai masyarakat, karena sikap beliau yang ringan tangan dan pandai bergaul. Sesekali saya ikut bergabung dengan para petakziyah bersama adek saya yang paling besar, yang rupanya lebih tabah daripada saya. Dan sesekali saya menghampiri adek saya yang paling kecil, yang saat itu masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Lucu sekali mereka, mereka tetap saja bermain-main, belum paham dengan apa yang telah terjadi. Sampai suatu ketika terjadi perbincangan kecil antara saya dengan Fajriyya, adek terkecil saya tersebut. “mbak-mbak, memang ayah kemana sich, kok aku g liat ya”..celotehnya dengan nada polos. Deg, sesaat saya terdiam, matapun berlinang, bingung memilih kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan anak sekecil dia. “ Ayah itu sekarang lagi di surga deek, dipanggil Alloh..” tutur saya sambil tersenyum, berusaha menutupi mata saya yang telah berkaca-kaca. Diapun menimpali jawaban saya dengan wajah berbinar,..“ waah, kalo gitu enak ya ayah di surga, kata bu guru.. di surga itu banyak makanan, mainan, dan teman-teman yang baik....aku boleh ikutan g mbak..??”. Deg, saya bingung harus berucap apalagi. Untungnya saya tak kehabisan  akal. “ waah, ya gak boleh lah dek…kalo mau ikut ke surga bareng ayah.., adek harus belajar dulu, gak boleh nakal, dan harus taat pada ummi…tar baru deh bisa masuk surga..”tegas saya meyakinkannya. Diapun mengangguk perlahan, seolah paham dengan apa yang saya tuturkan. “Oo..gitu ya mbak, iya deh..mulai sekarang aku mau belajar dan gak nakal lagi, biar bisa masuk surga kayak ayah..” tukas dia sambil tersenyum. Alhamdulillah Robb..kali ini saya tak pusing lagi harus menjawab apa. Sambil tersenyum, saya belai rambutnya, seraya berkata “ iyaa sayang…nanti kita semua akan masuk surga bareng-bareng ya..”. Tak terasa airmata saya jatuh perlahan, bahagia campur haru melewati sepenggal perbincangan tadi. Syukurku padaMu Robb..telah menghadirkan anugrah yang terindah dalam hidup, yaitu almarhum ayah,ummi, dan adek-adek yang selalu menghadirkan senyum dalam keluarga.
Itulah sepenggal kisah yang telah tertoreh tiga tahun silam, yang menyimpan sejuta hikmah. Yang menjadikan saya lebih tegar, begitu mendewasakan. Yang menjadikan saya lebih punya rasa tanggungjawab sebagai anak pertama. Yang menjadikan saya lebih kuat dalam menjalani hidup. Kini, semua tinggal kenangan masalalu, yang takkan pernah terlupa selama nafas masih berhembus. Perjuangan hidup-pun masih harus dilanjutkan walau tanpa hadirnya sesosok ayah. Didampingi ummi dan adek-adek tercinta, kapal kehidupan ini harus tetap berlayar. Luv u ayah, ummi, adek-adekku.
Five angels..: layla, abidin, akrima,si kembar fajar dan fajriyya
                                                ¸.•'´´*•.♥farosha ♥.•*´`*•.

UNFORGOTTABLE TRIP


28 APRIL 2012

Teriknya cahaya mentari tak menghalangi niat saya untuk memulai perjalanan. Memang, jika dipikir-pikir, kurang kerjaan sekali siang-siang bolong seperti ini baru mulai “mbolang”. Tetapi, beginilah adanya, karena paginya masih disibukkan dengan serentetan agenda proker-proker kepengurusan. Sehingga tepat jam 12.00 siang, saya bertekad untuk melancarkan aksi mbolang yang memang telah direncanakan beberapa hari sebelumnya dengan salah satu teman jalan saya.
Tujuan mbolang kali ini adalah ke kota Blitar. Yah, tepatnya ke rumah teman jalan saya itu. Ceck point pertama kita adalah ke terminal Bungurasih Surabaya. Tak kurang dari 1 jam, kami telah berada disana. Kali ini, kami tak mencari bus jurusan kota Blitar, melainkan bus jurusan kota Malang. Hal ini diprediksikan karena memang jarang menemukan bus patas langsung jurusan Blitar. Yup, kami berdua langsung capcus menaiki bus patas jurusan kota Malang. Tiada hal yang cukup berkesan dalam perjalanan Surabaya-Malang ini, karena memang bus yang kami tumpangi terlalu nyaman, dan sama sekali tak ada desak-desakkan. Sepanjang jalan-pun, hanya melihat pemandangan yang “standart” dari balik kaca bus. Tetapi, cukuplah saya menikmati perjalanan ini dengan menikmati alam sekitar, walaupun teman saya telah terlelap semenjak beberapa menit kami memasuki bus ini. Rupanya dia sangat letih sekali, terlihat dari raut wajahnya yang agak dilipat-lipat.
Tak terasa 2 jam perjalanan telah terlewati. Tibalah kami di ceck point kedua, terminal Arjosari Malang. Sebenarnya sih saya juga tak tahu kalau terminal ini adalah pemberhentian bus terakhir di kota Malang ini, karena memang ini baru kali pertama saya naik angkutan umum ke kota Malang. Baru setelah kondektur bus berteriak memberi isyarat bahwa terminal tujuan telah sampai, barulah saya paham. Ikon kota Malang, yang katanya “kota dingin” itu tak saya jumpai disini, karena memang suasana terminal yang cukup “crowded” dan panas terik yang belum kunjung redup. Naasnya, sesampainya di terminal Arjosari Malang ini, tak ada satupun bus jurusan Blitar yang kosong. Semua full penumpang, tanpa jeda sejengkalpun. Selain daripada itu, jarang sekali bus jurusan Blitar lewat. Kami berdua hanya tolah-toleh, bingung dengan langkah apa yang selanjutnya akan kami lakukan.  Sudah 1 jam lewat, pun tak kunjung datang lagi bus yang kami tunggu. Kesabaran kami sedang diuji ditengah keletihan ini. Matahari-pun mulai redup. Sekali datang bus jurusan Blitar, selalu diserbu oleh penumpang yang juga telah menunggu seperti halnya kami. Memang, daripada mereka, kami berdua kalah cepat dalam berlari mengejar bus. Yah, lagi-lagi harus lebih sabar menunggu. Akhirnya, kami berduapun segera menyusun strategi. Karena jika terus saja kalah berlari, maka sampai malampun kami takkan sampai di TKP. Jadi, mau tak mau kami harus ikut menerjang kerumunan orang-orang jika ada bus tiba.
Akhirnya kesempatan itupun datang juga. Saat ada satu bus jurusan kota Blitar, langsung saja kami menyerbunya tanpa memperhatikan kerumunan orang-orang yang juga bersiap menyerbu bus itu. Benar-benar gila, dengan susah payah kami berhasil menembus desak-desakan penumpang. Walau kami hanya bisa berdiri menggantung depan pintu, itu sudah Alhamdulillah sekali. Sebenarnya cukup berat hati, karena keadaan sangat mendesak. Nyaris tak ada jarak antar penumpang satu dengan lainnya. Nyaris tak ada sela antara penumpang yang putra dan putrid. Begitu pula keadaan kami saat itu, benar-benar tak ada “space” sedikitpun. Untuk bergerak saja susah, bernafaspun juga susah. Berdiripun tak bisa tegak, karena terus saja terkena desakan penumpang lain. Teman saya-pun hampir terjatuh karena terdesak penumpang lain. Benar-benar kondisi yang amat sangat tidak nyaman. Dan hal ini berlangsung tak kurang dari 1 jam.
Disinilah tiba klimaksnya. Saat kami berusaha bertahan menjaga keseimbangan diri dalam bus, ada seorang pria mencurigakan menghampiri kami. Dari tampilannya, celana jeans dengan kaos lengan pendek, dan bertopi serta mengenakan tas kecil dibelakang. Jika ditaksir, sepertinya umurnya sekitar 30-an. Badannya-pun cukup kekar dan berotot. Sebenarnya kami tak ingin bersuudzon. Hanya saja, kami berdua yang kebetulan akhwat dan tanpa mahrom harus selalu waspada dan was-was dengan segala situasi. Dengan isyarat mata, saya mengerling kearah teman saya, seolah mengisyaratkan untuk lebih berhati-hati, menjaga 2 buah tas yang dibawanya. Teman saya-pun mengangguk meng-iyakan. Dan ketika teman saya meraba tas kecilnya, ternyata resleting tas bagian tengah sudah terbuka. Untung saja tas tersebut hanya berisi obat-obatan dan barang-barang kecil. Dalam hati merasa bersyukur sekaligus masih tetap was-was. Pria tersebut semakin mendesak kami, sampai-sampai kami berdua hampir terjatuh ke belakang. Pria itu selalu berdalih “apa sih mbak..?? saya juga didesak dari pintu lho mbaak, jadi juga harus geser kearah sini..”. Dalam hati, saya dongkol sekali, berusaha memutar otak, bagaimana cara menghindar dari pria itu.  Tetapi, belum selesai saya berfikir, dia benar-benar telah berada disebelah kiri saya, hanya berjarak beberapa milimeter saja. Saat dia semakin mendesak dan berusaha melancarkan aksinya, spontan kepalan tangan kanan saya melayangkan tonjokan kepadanya dan tepat mengenai lengan kanannya. Semprotan mulut dengan nada sewot-pun terlontar lepas dari mulut saya. “hei, mas..!! sampean liat gak sih kita udah mau jatuh gini, masih saja didesak!!! Jadi cowok tuh mbok yao sadar diri!!! Gak malah menyiksa gini…!!!”. Astaghfirulloh…entah darimana saya dapat kalimat seperti itu, tapi saya sudah tak bisa berfikir panjang lagi.,Benar-benar ikut khilaf. Mungkin tonjokan dan semprotan tersebut tak ada artinya bagi pria tersebut. Tetapi, hanya inilah yang bisa saya perbuat.
Alhamdulillah dengan dua senjata tadi, tonjokan di lengan dan semprotan mulut saya, pria tersebut perlahan menghindar dan pergi ke kerumunan yang lainnya. Mungkin pria tersebut merasa, kalau kami tak mudah dibodohi. Dalam hati hanya bisa bersyukur, karena terhindar dari satu bahaya besar. Tetapi, rasa was-was tetap saja menghampiri kami. Memang benar, kami berdua selamat dari bahaya copet tersebut, tetapi..bagaimana dengan nasib penumpang lain??. Apakah mereka bersikap waspada juga seperti halnya kami??. Robb.,lindungi kami dan seluruh penumpang bus ini. Disela-sela kerumunan penumpang yang berdiri, yang nyaris tak bisa ada jedanya tersebut, saya melihat samar-samar pria itu. Dia telah berada ditengah-tengah penumpang bagian depan. Saya-pun tak habis pikir juga, bagaimana bisa pria bertubuh kekar tersebut menyelinap sampai ke tengah-tengah penumpang. Pikiran was-was dan cemas tetap saja menghantui. Hanya bisa berdzikir, komat-kamit sendiri memohon perlindungan Alloh SWT. Karena saya-pun bingung apa yang harus saya perbuat dengan kondisi yang tak mengenakkan ini.            
Benar saja, beberapa menit kemudian pria tersebut dapat menerobos penumpang yang berjubel, mundur mendekati arah kami berdiri. Jantung kembali berdesir, takut pria tersebut akan mencelakai lagi. Robb…tolonglah hambaMu ini. Terang saja kami berdua ketakutan, karena memang postur tubuhnya yang kekar dan berotot. Mungkin hanya dengan dorongan satu tangannya saja, kami bisa jatuh tersungkur. Ternyata prediksi saya salah, astaghfirullah…saya terlalu su’uddzon. Pria tersebut hanya melengos dengan tatapan sinis dan senyum kecut melewati kami yang masih berdiri gemetar. Segera dia memberi isyarat kepada kondektur untuk menghentikan bus, dan dalam sekejap pria tersebut lompat keluar dari bus. Hilang tak berjejak.
Hanya rasa syukur yang terselip dalam dada. Jantung kembali berdetak normal. Bahaya yang sempat mengancam telah lalu. Hanya berharap perjalanan yang tinggal 30 menit lagi ini bisa lancar tanpa aral apapun. Belum selesai saya mengelus dada dan sejenak menenangkan pikiran, terdengar tangisan dari salah satu penumpang wanita dalam bus. Kontak pandangan semua penumpang tertuju kepadanya, seolah semua benak bertanya, apa gerangan yang telah terjadi??. Dan tahukah apa yang telah terjadi?. Ternyata dompet wanita tersebut telah raib dari tasnya. Astaghfirulloh hal ‘adzim…Rasa kesal, bingung, iba, menyesal semua berkecamuk menjadi satu. Ternyata pria tersebut berhasil menggaet satu korban dalam bus ini. Seandainya saja saya dapat membekuk pria tersebut, pastilah wanita ini tak jadi kecopetan. Tetapi, apalah daya, kami berdua hanyalah dua akhwat yang kalah jauh dari pria tersebut jika dibandingkan segi fisiknya. Bukannya membekuk, tetapi malah akan terbekuk. Sempat kesal, karena kenapa harus wanita yang jadi korbannya, atau mentang-mentang karena wanita itu dipandang lemah olehnya?..Huhh..kenapa sosok yang harusnya mengayomi malah mencelakai?..Robb..hanya bisa beristighfar, beristighfar, dan beristighfar. Berharap semoga pria tersebut segera diberi petunjuk. Hanya bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari perjalanan ini. Alloh Maha Tahu yang tersirat dan tersurat.

                                                            ¸.•'´´*•.♥farosha ♥.•*´`*•.

SEMASA BERSAMA KABINET KAMPUS MADANI


01    MEI 2011                             
PEMBAIATAN……AS PH JMMI 1112…..
Astaghfirullah…..(memang hanya istighfar yang bisa terucap), ujian apa lagi ini,,…?? Berat rasanya mengemban amanah ini…refleksi pada diri sendiri…aq tak pantas mengemban amanah itu…tangisku kian melaju…tak kuat diri ini menahan semua.
Sejenak bercermin pada diri sendiri, seorang saya yang sangat jauh dari persepsi mereka. Yaah, karena mereka belum tahu siapakah aku sebenarnya,..Tapi ya sudahlah, diam dan menyesal hanya akan membuang waktu sia-sia. Mungkin inilah saatnya bergerak, inilah salah satu caraNya menegurku untuk lurus kembali kejalanNya, inilah saatnya aku dituntut menjadi “uswah hasanah” baik bagi diri sendiri maupun orang lain, walau dengan proses yang instan alias dadakan.
Mengawali langkah di departemen bentukan baru, departemen Rumah Tangga (Rangga) adalah langkah yang belum pernah kutapaki sebelumnya, benar-benar baru bagiku. Seluk beluk didalamnya-pun masih berusaha kuraba. Memang, disini aku tak berjalan sendiri, selalu ada mereka, keluarga besar Rangga yang setia melangkah bersama hingga akhir kepengurusan. Bismillah..semua berawal dari nol. Langkah demi langkah mulai dilewati. Mulai dari lomba-lomba antar departemen, seperti masak dan futsal, mabit rangga yang diisi dengan bakar-bakar ikan dan jagung, nonton bareng, olahraga bareng, rihlah sambil outbond, sampai-sampai menghadirkan sebuah seminar munakahat yang bakalan menyiapkan keluarga sesungguhnya…cukup unik dan asyik bukan… Memang secara garis besar, tak ada program kerja yang “serius” alias formal didalamnya, yaah namanya aja rumah tangga..jadi yaa menyesuaikan fungsinya, yaitu mengayomi semua keluarga besar JMMI, agar bisa kerasan dan nyaman berada di bawah naungan JMMI. Sehingga acara yang digelarpun sebisa mungkin bisa membuat mereka lebih erat ukhuwahnya, lebih merasa bahwa mereka semua adalah keluarga disini, yaitu keluarga besar Jamaah Masjid Manarul Ilmi. Yaah, saking akrabnya, kadang juga dipanggil Bu eR Te gitu…risih juga kadang (karena terkesan kayak udah ibu-ibu yang kegiatannya arisan sambil promosi produk baru de el el). Tetapi diambil sisi positifnya aja lah..yaitu sisi keakrabannya..So..Always joy n fun with Us…
               Sebenarnya tidak hanya cukup “ just for fun” saja, dikeluarga rangga inilah kader-kader yang berjiwa entrepreneurship juga dicetak. Mulai dari bisnis pulsa, warung kejujuran, jasa penyewaan LCD dan soundsystem, jasa printer, dan masih banyak lagi.. Jadi, sempurna bukan…ukhuwahnya dapat, jiwa wirausahanya juga gak kalah…yah minimal setelah mencapai pasca kampus nanti, sudah terbiasa dengan hal-hal begituan. Sungguh sesuai sekali dengan jargon departemen rangga ini yaitu “Baina’ul ukhuwah li hisoolati ‘alal barokah” atau membangun ukhuwah untuk meraih barokah. Jika berjalan secara ideal, sudah pasti akan sangat banyak sekali manfaat yang bisa diambil, baik manfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang sekitar. Bukannya memang sudah fithrah bagi manusia untuk menjadi bermanfaat bagi sesamanya, “khoirunnas ahsanuhum khuluqon wa anfa’uhum linnas” yang artinya sebaik-baik manusia adalah mereka yang baik akhlaqnya dan bermanfaat bagi sesamanya.
               Tetapi, lagi-lagi, inilah kita, al insan makanul khotho’ wannisyan…harapan dan angan mungkin lebih indah dari realita yang ada. Realita inilah aplikasi dari segala ide-ide yang ideal, walau mungkin hasilnya tak sama persis dengan ide yang ideal tersebut. Keterbatasanlah yang ada pada kami, baik dari segi kapabilitas maupun profesionalitas. Secara umum, harapan tersebut terlaksana dengan baik, walaupun masih belum bisa dikatakan maksimal seratus persen. Tetapi kami, khususnya diri saya sendiri, yakin bahwasannya “in tansurulloh yansurukum wa yutsabbit aqdamakum (QS Muhammad 7)”. Apapun yang dikerjakan dengan dasar “li i’laa’i kalimatillah”…insyaAlloh akan dilancarkan dan berbuah manis pula. Kami merindukan kader-kader dakwah yang berpegang pada ukhuwah islamiyah, berpegang pada tali agama Alloh, berpedoman pada AlQur’an dan Sunnah. Kami-pun merindukan kader-kader dakwah yang berjiwa wirausaha yang tinggi, seperti halnya Rosululloh SAW, sosok figur yang mampu menyeimbangkan amalan akhirat sekaligus dunianya, sosok yang mampu menjadi uswah terbaik sepanjang zaman baik dari segi imtaq dan iptek dan segalanya. Maka dari itu, berawal dari kerikil-kerikil kecil , ibarat dari langkah kami ini, semoga bisa menjadi awal pondasi untuk kerekatan ukhuwah dan barokah dari setiap aktivitas selanjutnya. Dakwah tidak membutuhkan orang yang ‘alim saja, dakwah tidak membutuhkan orang yang cerdas  saja, dakwahpun tidak membutuhkan orang yang istiqomah saja, melainkan dakwah membutuhkan ketiganya, orang-orang yang ‘alim, cerdas, dan istiqomah.
               Dan saat ini, 03 mei 2012…setahun lebih terlewati langkah-langkah dikeluarga Jamaah Masjid Manarul Ilmi ini, khususnya di lovely departemen, departemen Rumah Tangga  JMMI 1112. Semua kan menjadi kenangan terindah sepanjang hidup, hanya bisa mengambil ilmu, pengalaman, dan hikmah.

                                                            ¸.•'´´*•.♥farosha ♥.•*´`*•.