Minggu, 09 Desember 2012

UNFORGOTTABLE TRIP


28 APRIL 2012

Teriknya cahaya mentari tak menghalangi niat saya untuk memulai perjalanan. Memang, jika dipikir-pikir, kurang kerjaan sekali siang-siang bolong seperti ini baru mulai “mbolang”. Tetapi, beginilah adanya, karena paginya masih disibukkan dengan serentetan agenda proker-proker kepengurusan. Sehingga tepat jam 12.00 siang, saya bertekad untuk melancarkan aksi mbolang yang memang telah direncanakan beberapa hari sebelumnya dengan salah satu teman jalan saya.
Tujuan mbolang kali ini adalah ke kota Blitar. Yah, tepatnya ke rumah teman jalan saya itu. Ceck point pertama kita adalah ke terminal Bungurasih Surabaya. Tak kurang dari 1 jam, kami telah berada disana. Kali ini, kami tak mencari bus jurusan kota Blitar, melainkan bus jurusan kota Malang. Hal ini diprediksikan karena memang jarang menemukan bus patas langsung jurusan Blitar. Yup, kami berdua langsung capcus menaiki bus patas jurusan kota Malang. Tiada hal yang cukup berkesan dalam perjalanan Surabaya-Malang ini, karena memang bus yang kami tumpangi terlalu nyaman, dan sama sekali tak ada desak-desakkan. Sepanjang jalan-pun, hanya melihat pemandangan yang “standart” dari balik kaca bus. Tetapi, cukuplah saya menikmati perjalanan ini dengan menikmati alam sekitar, walaupun teman saya telah terlelap semenjak beberapa menit kami memasuki bus ini. Rupanya dia sangat letih sekali, terlihat dari raut wajahnya yang agak dilipat-lipat.
Tak terasa 2 jam perjalanan telah terlewati. Tibalah kami di ceck point kedua, terminal Arjosari Malang. Sebenarnya sih saya juga tak tahu kalau terminal ini adalah pemberhentian bus terakhir di kota Malang ini, karena memang ini baru kali pertama saya naik angkutan umum ke kota Malang. Baru setelah kondektur bus berteriak memberi isyarat bahwa terminal tujuan telah sampai, barulah saya paham. Ikon kota Malang, yang katanya “kota dingin” itu tak saya jumpai disini, karena memang suasana terminal yang cukup “crowded” dan panas terik yang belum kunjung redup. Naasnya, sesampainya di terminal Arjosari Malang ini, tak ada satupun bus jurusan Blitar yang kosong. Semua full penumpang, tanpa jeda sejengkalpun. Selain daripada itu, jarang sekali bus jurusan Blitar lewat. Kami berdua hanya tolah-toleh, bingung dengan langkah apa yang selanjutnya akan kami lakukan.  Sudah 1 jam lewat, pun tak kunjung datang lagi bus yang kami tunggu. Kesabaran kami sedang diuji ditengah keletihan ini. Matahari-pun mulai redup. Sekali datang bus jurusan Blitar, selalu diserbu oleh penumpang yang juga telah menunggu seperti halnya kami. Memang, daripada mereka, kami berdua kalah cepat dalam berlari mengejar bus. Yah, lagi-lagi harus lebih sabar menunggu. Akhirnya, kami berduapun segera menyusun strategi. Karena jika terus saja kalah berlari, maka sampai malampun kami takkan sampai di TKP. Jadi, mau tak mau kami harus ikut menerjang kerumunan orang-orang jika ada bus tiba.
Akhirnya kesempatan itupun datang juga. Saat ada satu bus jurusan kota Blitar, langsung saja kami menyerbunya tanpa memperhatikan kerumunan orang-orang yang juga bersiap menyerbu bus itu. Benar-benar gila, dengan susah payah kami berhasil menembus desak-desakan penumpang. Walau kami hanya bisa berdiri menggantung depan pintu, itu sudah Alhamdulillah sekali. Sebenarnya cukup berat hati, karena keadaan sangat mendesak. Nyaris tak ada jarak antar penumpang satu dengan lainnya. Nyaris tak ada sela antara penumpang yang putra dan putrid. Begitu pula keadaan kami saat itu, benar-benar tak ada “space” sedikitpun. Untuk bergerak saja susah, bernafaspun juga susah. Berdiripun tak bisa tegak, karena terus saja terkena desakan penumpang lain. Teman saya-pun hampir terjatuh karena terdesak penumpang lain. Benar-benar kondisi yang amat sangat tidak nyaman. Dan hal ini berlangsung tak kurang dari 1 jam.
Disinilah tiba klimaksnya. Saat kami berusaha bertahan menjaga keseimbangan diri dalam bus, ada seorang pria mencurigakan menghampiri kami. Dari tampilannya, celana jeans dengan kaos lengan pendek, dan bertopi serta mengenakan tas kecil dibelakang. Jika ditaksir, sepertinya umurnya sekitar 30-an. Badannya-pun cukup kekar dan berotot. Sebenarnya kami tak ingin bersuudzon. Hanya saja, kami berdua yang kebetulan akhwat dan tanpa mahrom harus selalu waspada dan was-was dengan segala situasi. Dengan isyarat mata, saya mengerling kearah teman saya, seolah mengisyaratkan untuk lebih berhati-hati, menjaga 2 buah tas yang dibawanya. Teman saya-pun mengangguk meng-iyakan. Dan ketika teman saya meraba tas kecilnya, ternyata resleting tas bagian tengah sudah terbuka. Untung saja tas tersebut hanya berisi obat-obatan dan barang-barang kecil. Dalam hati merasa bersyukur sekaligus masih tetap was-was. Pria tersebut semakin mendesak kami, sampai-sampai kami berdua hampir terjatuh ke belakang. Pria itu selalu berdalih “apa sih mbak..?? saya juga didesak dari pintu lho mbaak, jadi juga harus geser kearah sini..”. Dalam hati, saya dongkol sekali, berusaha memutar otak, bagaimana cara menghindar dari pria itu.  Tetapi, belum selesai saya berfikir, dia benar-benar telah berada disebelah kiri saya, hanya berjarak beberapa milimeter saja. Saat dia semakin mendesak dan berusaha melancarkan aksinya, spontan kepalan tangan kanan saya melayangkan tonjokan kepadanya dan tepat mengenai lengan kanannya. Semprotan mulut dengan nada sewot-pun terlontar lepas dari mulut saya. “hei, mas..!! sampean liat gak sih kita udah mau jatuh gini, masih saja didesak!!! Jadi cowok tuh mbok yao sadar diri!!! Gak malah menyiksa gini…!!!”. Astaghfirulloh…entah darimana saya dapat kalimat seperti itu, tapi saya sudah tak bisa berfikir panjang lagi.,Benar-benar ikut khilaf. Mungkin tonjokan dan semprotan tersebut tak ada artinya bagi pria tersebut. Tetapi, hanya inilah yang bisa saya perbuat.
Alhamdulillah dengan dua senjata tadi, tonjokan di lengan dan semprotan mulut saya, pria tersebut perlahan menghindar dan pergi ke kerumunan yang lainnya. Mungkin pria tersebut merasa, kalau kami tak mudah dibodohi. Dalam hati hanya bisa bersyukur, karena terhindar dari satu bahaya besar. Tetapi, rasa was-was tetap saja menghampiri kami. Memang benar, kami berdua selamat dari bahaya copet tersebut, tetapi..bagaimana dengan nasib penumpang lain??. Apakah mereka bersikap waspada juga seperti halnya kami??. Robb.,lindungi kami dan seluruh penumpang bus ini. Disela-sela kerumunan penumpang yang berdiri, yang nyaris tak bisa ada jedanya tersebut, saya melihat samar-samar pria itu. Dia telah berada ditengah-tengah penumpang bagian depan. Saya-pun tak habis pikir juga, bagaimana bisa pria bertubuh kekar tersebut menyelinap sampai ke tengah-tengah penumpang. Pikiran was-was dan cemas tetap saja menghantui. Hanya bisa berdzikir, komat-kamit sendiri memohon perlindungan Alloh SWT. Karena saya-pun bingung apa yang harus saya perbuat dengan kondisi yang tak mengenakkan ini.            
Benar saja, beberapa menit kemudian pria tersebut dapat menerobos penumpang yang berjubel, mundur mendekati arah kami berdiri. Jantung kembali berdesir, takut pria tersebut akan mencelakai lagi. Robb…tolonglah hambaMu ini. Terang saja kami berdua ketakutan, karena memang postur tubuhnya yang kekar dan berotot. Mungkin hanya dengan dorongan satu tangannya saja, kami bisa jatuh tersungkur. Ternyata prediksi saya salah, astaghfirullah…saya terlalu su’uddzon. Pria tersebut hanya melengos dengan tatapan sinis dan senyum kecut melewati kami yang masih berdiri gemetar. Segera dia memberi isyarat kepada kondektur untuk menghentikan bus, dan dalam sekejap pria tersebut lompat keluar dari bus. Hilang tak berjejak.
Hanya rasa syukur yang terselip dalam dada. Jantung kembali berdetak normal. Bahaya yang sempat mengancam telah lalu. Hanya berharap perjalanan yang tinggal 30 menit lagi ini bisa lancar tanpa aral apapun. Belum selesai saya mengelus dada dan sejenak menenangkan pikiran, terdengar tangisan dari salah satu penumpang wanita dalam bus. Kontak pandangan semua penumpang tertuju kepadanya, seolah semua benak bertanya, apa gerangan yang telah terjadi??. Dan tahukah apa yang telah terjadi?. Ternyata dompet wanita tersebut telah raib dari tasnya. Astaghfirulloh hal ‘adzim…Rasa kesal, bingung, iba, menyesal semua berkecamuk menjadi satu. Ternyata pria tersebut berhasil menggaet satu korban dalam bus ini. Seandainya saja saya dapat membekuk pria tersebut, pastilah wanita ini tak jadi kecopetan. Tetapi, apalah daya, kami berdua hanyalah dua akhwat yang kalah jauh dari pria tersebut jika dibandingkan segi fisiknya. Bukannya membekuk, tetapi malah akan terbekuk. Sempat kesal, karena kenapa harus wanita yang jadi korbannya, atau mentang-mentang karena wanita itu dipandang lemah olehnya?..Huhh..kenapa sosok yang harusnya mengayomi malah mencelakai?..Robb..hanya bisa beristighfar, beristighfar, dan beristighfar. Berharap semoga pria tersebut segera diberi petunjuk. Hanya bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari perjalanan ini. Alloh Maha Tahu yang tersirat dan tersurat.

                                                            ¸.•'´´*•.♥farosha ♥.•*´`*•.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar